Rabu, 23 November 2016


Pengaruh media seperti halnya televisi terhadap anak makin besar, namun bukan pengaruh positif yang diberikan melainkan pengaruh negatif yang banyak diterima. Saat ini hampir seluruh stasiun televisi menyiarkan acara-acara yang bisa dikatakan minim manfaat untuk anak-anak. Mungkin pada tahun 2000an kita masih melihat acara-acara televisi yang diperuntukan untuk anak-anak seperti acara kartun dan sebagainya pada hari minggu. Zaman memang semakin maju dan modern namun tidak berlaku untuk acara televisi di Indonesia karena bukannya mengalami kemajuan melainkan mengalami kemunduran dari sudut pandang pesan yang disampaikan terutama untuk anak-anak. 

Katakan saja dalam satu minggu anak-anak menonton TV sekitar 17 jam. Apa yang mereka dapatkan dan pelajari pada waktu yang selama itu? yang mereka dapat adalah kekerasan dapat menyelesaikan masalah, sama halnya yang dipertontonkan di sinetron-sinetron saat ini. Selain itu, mereka juga hanya belajar duduk di rumah, menonton, dan bermalas-malasan, bukannya bermain diluar ataupun berolahraga. Hal ini membuat anak bukan bertambah cerdas melainkan menghambat kecerdasan anak untuk berkembang, karena dengan menonton dan bersantai maka anak akan kurang berinteraksi dengan orang diluar dan pada akhirnya kecerdasan berinteraksi tak akan tumbuh sehingga anak dapat dikatakan "kuper".

Menurut penelitian beberapa ahli, kalangan anak merupakan kalangan yang paling mudah terkena dampak negatif dari siaran televisi. Penelitian tahun 2012 menyatakan bahwa jumlah jam menonton televisi pada anak lebih kecil jika dibandingkan jam belajar disekolah. Jumlah jam menonton televisi pada anak adalah 1.560-1.820 jam /tahun sedangkan jumlah jam belajar disekolah hanya 1000 jam/tahun. Tentunya jika melihat angka tersebut maka kita sebagai orang tua harus bertindak agar hal yang lebih buruk tak akan terjadi pada anak kita.

Menurut Kidia, menyatakan bahwa pada tahun 2014 lalu dari seluruh tayangan televisi, yang aman untuk ditonton anak-anak hanyalah sekitar 15% saja. Angka yang sangat kecil tentunya jika dibandingkan dengan tontonan televisi Indonesia yang sangat banyak. 

Mengapa kita harus mengurangi menonton televisi? Pertanyaan tersebut sebenarnya pertanyaan yang sampai saat ini jarang dilontarkan oleh banyak orang dan hanya sebagian kecil saja orang yang berfikiran seperti itu. Banyak dampak negatif dari menggunakan televisi apalagi secara berlebihan. Anak-anak harus dijaga dari kebiasaan menonton televisi, seperti halnya penelitian yang diadakan Dokter spesialis anak di Eropa yang menyatakan bahwa televisi dapat mengganggu perkembangan orak pada anak misalnya saja pada anak yang berusia 0-3 tahun akan mengalami kesulitan bicara karena perkembangan otak terganggu dan selain itu juga menghambat daya paham anak akan suatu hal.

Selain itu, televisi juga ternyata bisa mendorong anak menjadi konsumtif. Hal ini karena anak-anak adalah target sebagian besar periklanan karena anak-anak dinilai mudah terhasut iklan dan yang jelas orang tua mau tidak mau harus membelikan produk tersebut karena paksaan si anak. Bukan hanya itu saja, anak yang gemar menonton televisi juga bisa mempengaruhi sikap anak. Ingatkah dulu ketika salah satu stasiun televisi menayangkan acara gulat internasional yang bebas dipertontonkan anak-anak? apakah anda ingat tentang anak yang meninggal akibat tontonan itu? jika anda ingat maka seharusnya anda sadar bahwa tayangan televisi berbahaya untuk anak anda. Televisi juga dapat mengurangi daya konsentrasi anak, mengurangi kreatifitas, membentuk pola pikir sederhana, mengganggu semangat belajar, dan bahkan dapat membuat kemungkinan obesitas pada anak semakin meningkat.

Sangat banyak dampak-dampak kecil dari dampak besar yang telah disebutkan di atas. Hal ini tentunya dapat membuat orang tua sadar bahwa membiarkan anak menonton televisi dapat mengganggu perkembangan anak. Namun perlu diketahui, menonton televisi sebenarnya boleh-boleh saja dan tidak dilarang. Tetapi orang tua perlu memanage kapan anak harus menonton dan kapan harus belajar. Dalam hal ini tentunya diperlukan kedekatan dan pemahaman yang baik antara anak dan orang tua.

TUGAS DASAR DESAIN GRAFIS

PORTOFOLIO DESAIN GRAFIS
SEJARAH PERKEMBANGAN COREL DRAW


D
I
S
U
S
U

OLEH:
NAMA     : NUR HIDAYAH B.
NIS           :2016142316
JURUSAN      : REKAYASA PERANGKAT LUNAK

SMK NEGERI 2 PINRANG
2016


SEJARAH PERKEMBANGAN COREL DRAW
A.     PENGERTIAN COREL DRAW
CorelDraw adalah salah satu software grafis berbasis vektor. Software lain yang sejenis antara lain: Macromedia Freehand, Adobe Ilustrator. Ada juga Autodesk AutoCad dan Kinetix 3DStudioMax yang juga berbasis vektor namun kelasnya berbeda, karena AutoCad lebih condong ke keperluan industri, dan 3DStudioMax lebih condong ke arah animasi, dan keduanya memiliki kemampuan vektor 3D
B.     .SEJARAH PERKEMBANGAN COREL DRAW
Coreldraw adalah software editor grafis berbasis vector, dikembangkan dan dipasarkan oleh Corel Corporation yang berbasis di Ottawa, Kanada. Yang kemudian menjadi nama paket editor grafis Corel. Versi terakhir, X4, diluncurkan pada pertengahan Februari 2008 di Indonesia.
CorelDraw sejak awal dikembangkan untuk Windows dan saat ini dapat berjalan pada Windows 2000 dan versi selanjutnya. Versi untuk Mac OS dan Mac OS X pada awalnya juga tersedia, namun dihentikan karena minimnya penjualan. Versi Mac OS hanya berlanjut sampai versi 5.0. Versi terakhir untuk Linux terakhir dibuat tahun 2000. Corel pada Linux tidak berjalan langdsung di atas platform, namun harus menggunakan Wine, semacam crossover seperti yang digunakan untuk meng-install Photoshop pada Linux.

Sejarah Pengembangan
Pada 1985, Dr. Michael Cowpland mendirikan Corel untuk menjual sistem desktop-publishing berbasis Intel.
Pada 1987, Corel merekrut beberapa pengembang software (programmer) untuk membangun sebuah software grafis berbasis vektor untuk dijadikan satu dengan paket desktop-publishing Corel. Program itu, yang akhirnya diberi nama CorelDraw, pertama kali diluncurkan ada 1989. Program itu diterima luas oleh masyarakat dan pada akhirnya Corel hanya fokus pada pengambangan software.
CorelDraw dibuat utk Windows bersamaan dengan diluncurkannya Windows 3.1. dengan dimasukkannya TrueType ke dalam Windows 3.1 menjadikan Corel sebagai program ilustrasi yang mampu menggunakan fonts yang ada tanpa membutuhkan software tambahan seperti Adobe TypeWriter.

C.      VERSI ATAU EDISI DARI COREL DRAW
CorelDRAW Versi 1.0 (1988)

CorelDRAW Versi 1.0 ini berjalan di bawah windows 3.0 dan 3.1 CorelDRAW ditransformasikan kedalam ilustrasi serius yang mampu menggunakan font. Instalasi software ini hanya menggunakan 2 disket 3.5 inch. Software ini sudah memadai untuk membuat kartu undangan, kartu nama, logo, dan kop surat. Di versi ini sering mengalami perombakan ulang sampai menempuh 5 kali update dalam jangka waktu 1 januari 1989 sampai 2 februari 1990.

CorelDRAW Versi 2.0 (1990)

Dalam Versi 2.0 banyak fitur baru antara lain Envelope Tool (Untuk memecah teks atau objek menggunakan shape utama), Extrusion (untuk mensimulasi gambar dan volume dalam objek) dan Perspective (Untuk memecah objek sepanjang sudut X dan Y menjadi bidang yang perspective).

CorelDRAW Versi 2.5 (1992)

CorelDRAW Versi 3.0 (1992)

Di versi ini corelDRAW melakukaan perbaikan di efisiensi memory sehingga kinerja corelDRAW bisa lebih cepat. Kini desain dapat dilihat / di preview secara real-time tanpa harus tampilan wireframe lagi. Corel PHOTO-PAINT juga diluncurkan pada versi ini.

CorelDRAW Versi 4.0 (1993)
           
Pada versi 4.0 ini corelDRAW sudah dilengkapi dengan multi-page. Kemampuannya ditingkatkan sebagai software desktop publishing seperti Page Maker. Hanya saja di versi ini harus dibayar dengan penggunaan Resource computer yang lebih tinggi.

CorelDRAW Versi 5.0 (1994)

CorelDRAW versi ini lumayan populer dan cukup lama digunakan oleh para Desainer Grafis karena dilengkapi dengan Colour Management, Kalibrasi Layar, Printer, Scanner, Effect Powerclip, Artistic Media, Lens dan Bitmap Effect. Hanya saja versi ini hanya bisa menyimpan file dengan jumlah nama maksimal 8 karakter.

CorelDRAW Versi 6.0 (1996)

Karena dengan hadirnya Windows 95, CorelDRAW versi 32-bit ini pun disesuaikan agar bisa berjalan baik disistem operasi baru tersebut. Dalam versi ini tidak banyak fitur baru yang ditambahkan.

CorelDRAW Versi 7.0 (1997)

CorelDRAW Versi 7.0 ini lebih stabil dari versi sebelumnya. Banyak fitur baru yang ditambahkan, antara lain :
Keunggulan dari setiap versi sebelumnya
Properti bar yang sensitif (Context-sensitive Property bar)
Print Preview dengan Zoom dan Pan
Scrapbook (untuk melihat, menggeser dan menempatkan objek)
mencetak ke dalam HTML
Draft dan Enhanced display
Interactive Fill dan Blend tools
Transparency tools
Natural Pen tool
Find & Replace wizard
Merubah vector menjadi Bitmap (Convert To Bitmaps)
Pengecek Ejaan (Spell Checker)
Kamus (Thesaurus) dan pengecek susunan bahasa (Grammar Checker)
Corel Scan and Corel Barista (Dokumen Pertukaran Format Berbasis Java) juga termasuk dalam versi ini.
Versi ini lebih cepat dari yang sebelumnya dan tidak perlu upgrade hardware untuk menggunakan aplikasi ini.

CorelDRAW Versi 8.0 (1998)

CorelDRAW versi ini hadir dengan fitur Drop Shadow, Distortion Tools, dll. Tapi diperlukan spek hardware yang besar khususnya memory untuk bisa menggunakannya dengan lancar dan stabil.

CorelDRAW Versi 9.0 (1999)

CorelDRAW Versi 9.0 ini memiliki fitur tambahan di antaranya :
CorelR.A.V.E. (Untuk Animasi vector)
Perfect Shapes
Web Graphics Tools (untuk membuat element-elemen yang interaktif seperti button Html)
Penyortir Halaman (Page Sorter)
Dokumen Multibahasa (Multilingual Document Support)
Petunjuk windows (Navigator Windows).

CorelDRAW Versi 10.0 (2000)

Pada versi 10.0 ini terdapat versi tambahan seperti : Buka, Simpan, Import dan Eksport dalam format SVG.

CorelDRAW Versi 11.0 (2002)

Fitur baru dalam CorelDRAW versi 11.0 ini adalah : Kumpulan simbol-simbol yang langsung dapat diambil, Pemotong Gambar <(Untuk Desain Web), Pressure-Sensitive, vector brushes, 3 Point-Curve (Untuk Menggambar).

CorelDRAW Versi 12.0 (2003)
           
Pada CorelDRAW 12.0 ditambahkan fitur yang biasa ada di AutoCAD seperti Dynamic Guideline dan Snap to Object sehingga menggambar akan lebih presisi dan sempurna. Namun proses print pada versi ini sangat lambat.

CorelDRAW Versi X3 (2005)

Fitur baru dari versi ini adalah :
Shapping Tools memotong dengan mengklik 2 kali (software vector pertama yang mampu untuk memotong sebuah grup vector dan bitmap dalam waktu yang sama)
Smart fill tool
Chamfer/Fillet/Scallop/Emboss tool
Ruang {engaturan Gambar (Image Adjustment Lab)
Menjiplak/Trace menjadi terintegrasi didalam CorelDRAW dibawah kendali PowerTRACE

CorelDRAW Versi X4 (2008)
           
Versi ini dibuat untuk mengatasi kompatibilitas dengan Windows Vista. beberapa fitus juga ditambahkan seperti : Layanan pengidentifikasi huruf (font) terkait didalam CorelDRAW, ConceptShare, Table tool, independent page layers, live text formatting, mendukung file kamera *.RAW.

CorelDRAW Versi X5 (2010)

Versi ini kompatible dengan processor multicore dan Sistem Operasi Windows 7.
Fitur tambahannya adalah :
pengaturan isi (Corel CONNECT), Pengelolaan Warna, Alat-alat Grafis dan Animasi, pengembangan Kinerja Multi-core, Konten Digital Bernilai Tinggi (profesional huruf/fonts, clip arts, dan foto-foto), Pengisyaratkan objek (Object Hinting), pixel view, Mesh tool ditingkatkan dengan fitur transparansi, menambahkan dukungan sentuh (Added Touch Support), dan mendukung berbagai format file.
Corel dalam versi ini juga telah mengembangkan Tool Transform yang mana dapat membuat banyak salinan dari satu objek.

CorelDRAW Versi X6 (2012)

Dirilis pada tanggal 20 maret 2012. Versi ini telah tersedia 2 versi, yaitu 32-bit dan 64-bit, tidak banyak fitur yang ditambahkan kedalam versi ini, hanya beberapa penyempurnaan dari fitur sebelumnya.

CorelDRAW Versi X7 (2014)

Dalam versi X7 ini CorelDRAW hadir dengan banyak sekali perubahan dibanding versi sebelumnya. diantaranya, Desain Interface yg dapat disesuaikan secara penuh dengan mengambil konsep Metro Desain. Workspace lebih interaktif, fill & transparency tool yang bisa dikontrol sesuai keinginan.

Kemudahan untuk memilih font dengan tampilan yg lebih nyaman, terdapat special effect pada photo editing, layout dan drawing tool yg lebih presisi, dukungan terhadap resolusi tinggi dan multi-display, terdapat QR code generator dan beberapa perbaikan serta peningkatan baik itu pada desain maupun kinerja.
CorelDRAW Versi X8 (2016)

Versi CorelDRAW X8 dirilis pada tanggal 15 maret 2016, sejak pertama kali dirilis corelDRAW mendapat banyak sekali feedback positif dari penggunanya, karena pada update kali ini Corel Corporation benar-benar memanfaatkan teknologi desain yang semakin berkembang pesat. Ditambah dengan fitur-fitur terbaru yang sangat memudahkan para desainer grafis dalam membuat banyak project.

D.     KEUNGGULAN COREL DRAW    

Software ini dibuat untuk membuat desain logo. Terutama yang dua dimensi karena sangat mudah dan bebas dalam membuat gambar. Toolsnya yang sangat bagus untuk editing gambar sehingga gampang membuat grafik lengkung, lurus, sesuai keinginan.

Kelebihan software ini yang lain adalah ketika kita membuat desain dibesarkan (zoom) berapapaun gambar kita gak pecah sehingga kita bisa lebih detaik ketika menggabungkan desain kita. Software berbasic vektor ini sangat familiar bagi pecinta desain grafis karena kemudahan yang ditawarkan.

Untuk duplikasi gambar juga sangat mudah tinggal menekan Ctrl+D gambar akan menduplikasi sendiri, mirror transform juga kelebihan lain font bawaan dari corel draw 10 juga lumayan sangat mencukupi untuk membuat sebuah logo baik organisasi, perusahaan atau lainnya yang diutamana desain menggunakan dua dimensi.

Kamis, 14 April 2016

Langkah-Langkah membuat gmail


hijab


1.  Double klik/ klik 2 kali browser yang akan digunakan yang terdapat pada dekstop, misalnya Mozilla Firefox


2.    Hingga muncul tampilan jendela Mozilla Firefox.
3.    Selanjutnya, pada ADDRES BAR ketik alamat website penyedia email yang ingin kita gunakan, misalnya  gmail.com, kemudian tekan enter yang terdapat pada keyboard.



4.     Hingga muncul tampilan berikut, lalu klik TAMBAHKAN AKUN
5.     Klik BUAT AKUN 


6.     Isilah data data yang ada pada gambar, sesuai Identitas anda.


7.     Klik LANGKAH BERIKUTNYA



8.     Klik LANJUTKAN KE GMAIL



9.     Sehingga muncul tampilan , yang menandakan bahwa anda sudah terdaftar di Gmail.



10. . Email sudah bisa di gunakan.



Kamis, 24 Maret 2016

CONTOH MAKALAH TENTANG PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
   Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Reformasi pendidikan merupakan respon terhadap perkembangan tuntutan global sebagai suatu upaya untuk mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan zaman yang sedang berkembang. Melalui reformasi pendidikan, pendidikan harus berwawasan masa depan yang memberikan jaminan bagi perwujudan hak-hak azasi manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dan prestasinya secara optimal guna kesejahteraan hidup di masa depan.

Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan. Dalam proses pendidikan di sekolah, guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri. Djamarah berpendapat bahwa baik mengajar maupun mendidik merupakan tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga profesional agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri. Djamarah berpendapat bahwa baik mengajar maupun mendidik merupakan tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga profesional2. Oleh sebab itu, tugas yang berat dari seorang guru ini pada dasarnya hanya dapat dilaksanakan oleh guru yang memiliki kompetensi profesional yang tinggi.
Guru memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, untuk itu mutu pendidikan di suatu sekolah sangat ditentukan oleh kemampuan yang dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya.

Menurut Aqib guru adalah faktor penentu bagi keberhasilan pendidikan di sekolah, karena guru merupakan sentral serta sumber kegiatan belajar mengajar3. Lebih lanjut dinyatakan bahwa guru merupakan komponen yang berpengaruh dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah4. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan atau kompetensi profesional dari seorang guru sangat menentukan mutu pendidikan.

Kompetensi profesional guru dalam hal ini guru matematika SMP Negeri di wilayah Kabupaten Pandeglang masih relatif rendah. Berdasarkan hasil Tes Kompetensi Guru yang dilakukan Depertemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutran Pertama yang bekerja sama dengan Pusat Penilaian Pendidikan pada Tahun 2003, menunjukkan bahwa rata-rata nilai kompetensi guru matematika di Kabupaten Pandeglang hanya mencapai 42,25 %. Angka ini masih relatif jauh di bawah standar nilai kompetensi minimal yang diharapkan yaitu 75 %. nilai kompetensi minimal yang diharapkan yaitu 75 %.

Pada dasarnya tingkat kompetensi profesional guru dipengaruhi oleh faktor dari dalam guru itu sendiri yaitu bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan yang diemban. Sedangkan faktor luar yang diprediksi berpengaruh terhadap kompetensi profesional seorang guru yaitu kepemimpinan kepala sekolah, karena kepala sekolah merupakan pemimpin guru di sekolah.

Sikap guru terhadap pekerjaan merupakan keyakinan seorang guru mengenai pekerjaan yang diembannya, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada guru tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara tertentu sesuai pilihannya. Sikap guru terhadap pekerjaan mempengaruhi tindakan guru tersebut dalam menjalankan aktivitas kerjanya. Bilamana seorang guru memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya, maka sudah barang tentu guru akan menjalankan fungsi dan kedudukannya sebagai tenaga pengajar dan pendidik di sekolah dengan penuh rasa tanggung jawab. Demikian pula sebaliknya seorang guru yang memiliki sikap negatif terhadap pekerjaannya, pastilah dia hanya menjalankan fungsi dan kedudukannya sebatas rutinitas belaka. Untuk itu amatlah perlu kiranya ditanamkan sikap positif guru terhadap pekerjaan, mengingat peran guru dalam lingkungan pendidikan dalam hal ini sekolah amatlah sentral.

Sikap guru terhadap pekerjaan dapat dilihat dalam bentuk persepsi dan kepuasaannya terhadap pekerjaan maupun dalam bentuk motivasi kerja yang ditampilkan. Guru yang memiliki sikap positif terhadap pekerjaan, sudah barang tentu akan menampilkan persepsi dan kepuasan yang baik terhadap pekerjaanya maupun motivasi kerja yang tinggi, yang pada akhirnya akan mencerminkan seorang guru yang mampu bekerja secara profesional dan memiliki kompetensi profesional yang tinggi kinerjaanya maupun motivasi kerja yang tinggi, yang pada akhirnya akan mencerminkan seorang guru yang mampu bekerja secara profesional dan memiliki kompetensi profesional yang tinggi. Sikap positif maupun negatif seorang guru terhadap pekerjaan tergantung dari guru bersangkutan maupun kondisi lingkungan. Menurut Walgito, sikap yang ada pada diri seseorang dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor fisiologis dan psikologis, serta faktor eksternal, yaitu berupa situasi yang dihadapi individu, normanorma, dan berbagai hambatan maupun dorongan yang ada dalam masyarakat.

Sekolah sebagai organisasi, di dalamnya terhimpun unsur-unsur yang masingmasing baik secara perseorangan maupun kelompok melakukan hubungan keja sama untuk mencapai tujuan. Unsur-unsur yang dimaksud, tidak lain adalah sumber daya manusia yang terdiri dari kepala sekolah, guru-guru, staf, peserta didik atau siswa, dan orang tua siswa. Tanpa mengenyampingkan peran dari unsur-unsur lain dari organisasi sekolah, kepala sekolah dan guru merupakan personil intern yang sangat berperan penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan di sekolah.

Keberhasilan suatu sekolah pada hakikatnya terletak pada efisiensi dan efektivitas penampilan seorang kepala sekolah. Sedangkan Sekolah sebagai lembaga pendidikan bertugas menyelenggarakan proses pendidikan dan proses belajar mengajar dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam hal ini kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tugas untuk memimpin sekolah, kepala sekolah bertanggung jawab atas tercapainya tujuan sekolah. Kepala sekolah diharapkan menjadi pemimpin dan inovator di sekolah. Oleh sebab itu, kualitas kepemimpinan kepala sekolah adalah signifikan bagi keberhasilan sekolah. bertanggung jawab atas tercapainya tujuan sekolah. Kepala sekolah diharapkan menjadi pemimpin dan inovator di sekolah. Oleh sebab itu, kualitas kepemimpinan kepala sekolah adalah signifikan bagi keberhasilan sekolah.

Wahjosumidjo mengemukakan bahwa: Penampilan kepemimpinan kepala sekolah adalah prestasi atau sumbangan yang diberikan oleh kepemimpinan seorang kepala sekolah, baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang terukur dalam rangka membantu tercapainya tujuan sekolah. Penampilan kepemimpinan kepala sekolah ditentukan oleh faktor kewibawaan, sifat dan keterampilan, perilaku maupun fleksibilitas pemimpin. Menurut Wahjosumidjo, agar fungsi kepemimpinan kepala sekolah berhasil memberdayakan segala sumber daya sekolah untuk mencapai tujuan sesuai dengan situasi, diperlukan seorang kepala sekolah yang memiliki kemampuan profesional yaitu: kepribadian, keahlian dasar, pengalaman, pelatihan dan pengetahuan profesional, serta kompetensi administrasi dan pengawasan.

Kemampuan profesional kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan yaitu bertanggung jawab dalam menciptakan suatu situasi belajar mengajar yang kondusif, sehingga guru-guru dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik dan peserta didik dapat belajar dengan tenang. Disamping itu kepala sekolah dituntut untuk dapat bekerja sama dengan bawahannya, dalam hal ini guru.
Kepemimpinan kepala sekolah yang terlalu berorientasi pada tugas pengadaan sarana dan prasarana dan kurang memperhatikan guru dalam melakukan tindakan, dapat menyebabkan guru sering melalaikan tugas sebagai pengajar dan pembentuk nilai moral. Hal ini dapat menumbuhkan sikap yang negatif dari seorang guru terhadap pekerjaannya di sekolah, sehingga pada akhirnya berimlikasi terhadap keberhasilan prestasi siswa di sekolah. keberhasilan prestasi siswa di sekolah.

Kepala sekolah adalah pengelola pendidikan di sekolah secara keseluruhan, dan kepala sekolah adalah pemimpin formal pendidikan di sekolahnya. Dalam suatu lingkungan pendidikan di sekolah, kepala sekolah bertanggung jawab penuh untuk mengelola dan memberdayakan guru-guru agar terus meningkatkan kemampuan kerjanya. Dengan peningkatan kemampuan atas segala potensi yang dimilikinya itu, maka dipastikan guru-guru yang juga merupakan mitra kerja kepala sekolah dalam berbagai bidang kegiatan pendidikan dapat berupaya menampilkan sikap positif terhadap pekerjaannya dan meningkatkan kompetensi profesionalnya

Berdasarkan uraian diatas menunjukkkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan merupakan faktor yang cukup menentukan tingkat kompetensi profesional guru. Sehinga dapat diduga bahwa masih rendahnya kompetensi profesional guru dalam hal ini guru matematika SMP Negeri di Kabupaten Pandeglang, disebabkan oleh kompetensi profesional guru itu sendiri yang rendah, kepemimpinan kepala sekolah yang kurang efektif dan sikap guru yang negatif terhadap pekerjaannya. Atas dasar pemikiran tersebut, peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Sikap Guru terhadap Pekerjaan dengan Kompetensi Profesional Guru Matematika SMP Negeri di Kabupaten Pandeglang”.

B. Identifikasi Masalah
     Masalah yang muncul berkenaan dengan hubungan kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru, diidentifikasikan sebagai berikut:
  1. Apakah kepemimpinan kepala sekolah memiliki hubungan dengan kompetensi profesional guru.
  2. Apakah sikap guru terhadap pekerjaan memiliki hubungan dengan kompetensi profesional guru.
  3. Apakah kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan berhubungan dengan kompetensi profesional guru.
  4. Apakah kompetensi profesional guru dapat ditingkatkan melalui kepemimpinan kepala sekolah.
  5. Apakah kompetensi profesional guru dapat ditingkatkan melalui sikap guru terhadap pekerjaan guru.
  6. Apakah para guru telah mempunyai tingkat kompetensi profesional yang tinggi.
  7. Apakah kepala sekolah telah menerapkan kepemimpinan yang efektif dan relevan dengan kondisi sekolah.
  8. Apakah para guru telah memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya.
  9. Apakah kepemimpinan kepala sekolah yang semakin positif akan diiringi dengan semakin positifnya kompetensi profesional guru.
  10. Apakah sikap guru terhadap pekerjaan yang positif akan diiringi dengan semakin positifnya
  11. Apakah tingkat kompetensi profesional guru yang rendah diakibatkan oleh kepemimpinan kepala sekolah yang kurang efektif dan tidak relevan.
  12. Apakah tingkat kompetensi profesional guru yang rendah diakibatkan oleh sikap guru yang negatif terhadap pekerjaannya.
  13. Bagaimana pola hubungan fungsional antara kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru.
C. Pembatasan Masalah
     Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian lebih terarah, terfokus, dan tidak menyimpang dari sasaran pokok penelitian. Oleh karena itu, penulis memfokuskan kepada pembahasan atas masalah-masalah pokok yang dibatasi dalam konteks permasalahan yang terdiri dari :
  1. Hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kompetensi profesional guru.
  2. Hubungan antara sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru.
  3. Hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru.
Selanjutnya untuk lebih memperdalam penelitian, maka dipilih tiga variabel yang relevan dengan permasalahan pokok, yaitu kepemimpinan kepala sekolah sebagai variabel bebas kesatu (X1), sikap guru terhadap pekerjaan sebagai variabel bebas kedua (X2), dan kompetensi profesional guru sebagai variabel terikat (Y).

D. Perumusan Masalah
     Perumusan masalah merupakan langkah yang paling penting dalam penelitian ilmiah. Perumusan masalah berguna untuk mengatasi kerancuan dalam pelaksanaan penelitian. Berdasarkan masalah yang dijadikan fokus penelitian, masalah pokok penelitian tersebut dirumuskan sebagai berikut :
  1. Apakah terdapat hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kompetensi profesional guru.
  2. Apakah terdapat hubungan antara sikap terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru.
  3. Apakah terdapat hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru.
E. Kegunaan Penelitian
     Kegunaan dari penelitian yaitu untuk meningkatkan kompetensi profesional guru dengan melihatnya dari aspek kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan. Untuk maksud tersebut, dicari hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kompetensi profesional guru dan hubungan antara sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru. Setelah itu dikaji bagaimana hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan secara bersama-sama dengan kompetensi profesional guru. Dengan mengetahui hubungan tersebut, hasil penelitian diharapkan berguna untuk meningkatkan kompetensi profesional guru matematika khususnya di Kabupaten Pandeglang.

BAB II
PEMBAHASAN

A.Permasalahan Pendidikan Masa Kini
    Betapapun terdapat banyak kritik yang dilancarkan oleh berbagai kalangan terhadap pendidikan, atau tepatnya terhadap praktek pendidikan, namun hampir semua pihak sepakat bahwa nasib suatu komunitas atau suatu bangsa di masa depan sangat bergantung pada kontibusinya pendidikan. Shane (1984: 39), misalnya sangat yakin bahwa pendidikanlah yang dapat memberikan kontribusi pada kebudayaan di hari esok. Pendapat yang sama juga bisa kita baca dalam penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional (UU No. 20/2003), yang antara lain menyatakan: “Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat”.

Dengan demikian, sebagai institusi, pendidikan pada prinsipnya memikul amanah “etika masa depan”. Etika masa depan timbul dan dibentuk oleh kesadaran bahwa setiap anak manusia akan menjalani sisa hidupnya di masa depan bersama-sama dengan makhluk hidup lainnya yang ada di bumi. Hal ini berarti bahwa, di satu pihak, etika masa depan menuntut manusia untuk tidak mengelakkan tanggung jawab atas konsekuensi dari setiap perbautan yang dilakukannya sekarang ini. Sementara itu pihak lain, manusia ditutut untuk mampu mengantisipasi, merunuskan nilai-nilai, dan menetapkan prioritas-prioritas dalam suasana yang tidak pasti agar generasi-generasi mendatang tidak menjadi mangsa dari proses yang semakin tidak terkendali di zaman mereka dikemudian hari (Joesoef, 2001: 198-199).

Dalam konteks etika masa depan tersebut, karenanya visi pendidikan seharusnya lahir dari kesadaran bahwa kita sebaiknya jangan menanti apapun dari masa depan, karena sesungguhnya masa depan itulah mengaharap-harapkan dari kita, kita sendirilah yang seharusnya menyiapkannya (Joesoef, 2001: 198).

Visi ini tentu saja mensyaratkan bahwa, sebagai institusi, pendidikan harus solid. Idealnya, pendidikan yang solid adalah pendidikan yang steril dari berbagai permasalahan. Namun hal ini adalah suatu kemustahilan. Suka atau tidak suka, permasalahan akan selalu ada dimanapun dan kapanpun, termasuk dalam institusi pendidikan. Oleh karena itu, persoalannya bukanlah usaha menghindari permasalahah, tetapi justru perlunya menghadapi permasalahan itu secara cerdas dengan mengidentifikasi dan memahami substansinya untuk kemudian dicari solusinya. Makalah ini berusaha mengidentifikasi dan memahami permasalahan-permasalahan pendidikan kontemporer di Indonesia. Permasalahan-permasalahan pendidikan dimaksud dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu permasalahan eksternal dan permasalahan internal. Perlu pula dikemukakan bahwa permasalah pendidikan yang diuraikan dalam makalah ini terbatas pada permasalahan pendidikan formal. Namun sebelum menguraikan permasalahan eksternal dan internal tersebut, terlebih dahulu disajikan uraian singkat tentang fungsi pendidikan. Uraian yang disebut terakhir ini dianggap penting, karena permasalahan pendidikan pada hakekatnya terkait erat dengan realisasi fungsi pendidikan.

Fungsi Pendidikan Pasal 3 UU No. 20/2003 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam rumusan pasal 3 UU No. 20/2003 ini terkandung empat fungsi yang harus diaktualisasikan olen pendidikan, yaitu: (1) fungsi mengembangkan kemampuan peserta didik, (2) fungsi membentuk watak bangsa yang bermartabat, (3) fungsi mengembangkan peradaban bangsa yang bermartabat, dan (4) fungsi mencerdaskan kehidupan bangsa. Noeng Muhadjir (1987: 20-25) menyebutkan bahwa, sebagai institusi pendidikan mengemban tiga fungsi. Pertama, pendidikan berfungsi menumbuhkan kreativitas peserta didik. Kedua, pendidikan berfungsi mewariskan nilai-nilai kepada peserta didik; dan Ketiga, pendidikan berfungsi meningkatkan kemampuan kerja produktif peserta didik.

Kalau dibandingkan dengan fungsi pendidikan yang termaktup dalam rumusan pasal 3 UU No. 20/2003 di atas, fungsi pertama yang dikemukakan Noeng Muhadjir secara substantive sama dengan fungsi keempat menurut UU No. 20/2003.
Sedangkan fungsi pendidikan ketiga yang dikemukakan Noeng Muhadjir pada dasarnya sama dengan fungsi pertama menurut UU No. 20/2003. Sementara itu, Vebrianto, seperti dikutip M. Rusli Karim (1991: 28) menyebutkan empat fungsi pendidikan. Keempat fungsi dimaksud adalah: (1) transmisi kultural, pengetahuan, sikap, nilai dan norma ; (2) memilih dan menyiapkan peran sosial bagi peserta didik; (3) menjamin intergrasi nasional; dan (4) mengadakan inovasi-inovasi sosial. Terlepas dari adanya perbedaan rincian dalam perumusan fungsi pendidikan seperti tersebut di atas, namun satu hal yang pasti ialah bahwa fungsi utama pendidikan adalah membantu manusia untuk meningkatkan taraf hidup dan martabat kemanusiaannya. 1. Permasalahan Eksternal Pendidikan Masa Kini

Permasalahan eksternal pendidikan di Indonesia dewasa ini sesungguhnya sangat komplek. Hal ini dikarenakan oleh kenyataan kompleksnya dimensi-dimensei eksternal pendidikan itu sendiri. Dimensi-dimensi eksternal pendidikan meliputi dimensi sosial, politik, ekonomi, budaya, dan bahkan juga dimensi global. Dari berbagai permasalahan pada dimensi eksternal pendidikan di Indonesia dewasa ini, makalah ini hanya akan menyoroti dua permasalahan, yaitu permasalahan globalisasi dan permasalahan perubahan sosial.

Permasalahan globalisasi menjadi penting untuk disoroti, karena ia merupakan trend abad ke-21 yang sangat kuat pengaruhnya pada segenap sector kehidupan, termasuk pada sektor pendidikan. Sedangakan permasalah perubahan social adalah masalah “klasik” bagi pendidikan, dalam arti ia selalu hadir sebagai permasalahan eksternal pendidikan, dan karenya perlu dicermati. Kedua permasalahan tersebut merupakan tantangan yang harus dijawab oleh dunia pendidikan, jika pendidikan ingin berhasil mengemban misi (amanah) dan fungsinya berdasarkan paradigma etika masa depan.

1.1. Permasalahan globalisasi
       Globalisasi mengandung arti terintegrasinya kehidupan nasional ke dalam kehidupan global. Dalam bidang ekonomi, misalnya, globalisasi ekonomi berarti terintegrasinya ekonomi nasional ke dalam ekonomi dunia atau global (Fakih, 2003: 182). Bila dikaitkan dalam bidang pendidikan, globalisasi pendidikan berarti terintegrasinya pendidikan nasional ke dalam pendidikan dunia. Sebegitu jauh, globalisasi memang belum merupakan kecenderungan umum dalam bidang pendidikan. Namun gejala kearah itu sudah mulai Nampak. Sejumlah SMK dan SMA di beberapa kota di Indonesia sudah menerapkan sistem Manajemen Mutu (Quality Management Sistem) yang berlaku secara internasional dalam pengelolaan manajemen sekolah mereka, yaitu SMM ISO 9001:2000; dan banyak diantaranya yang sudah menerima sertifikat ISO. Oleh karena itu, dewasa ini globalisasi sudah mulai menjadi permasalahan actual pendidikan. Permasalahan globalisasi dalam bidang pendidikan terutama menyangkut output pendidikan. Seperti diketahui, di era globalisasi dewasa ini telah terjadi pergeseran paradigma tentang keunggulan suatu Negara, dari keunggulan komparatif (Comperative adventage) kepada keunggulan kompetitif (competitive advantage). Keunggulam komparatif bertumpu pada kekayaan sumber daya alam, sementara keunggulan kompetitif bertumpu pada pemilikan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas (Kuntowijoyo, 2001: 122). Dalam konteks pergeseran paradigma keunggulan tersebut, pendidikan nasional akan menghadapi situasi kompetitif yang sangat tinggi, karena harus berhadapan dengan kekuatan pendidikan global. Hal ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa globalisasi justru melahirkan semangat cosmopolitantisme dimana anak-anak bangsa boleh jadi akan memilih sekolah-sekolah di luar negeri sebagai tempat pendidikan mereka, terutama jika kondisi sekolah-sekolah di dalam negeri secara kompetitif under-quality (berkualitas rendah). Kecenderungan ini sudah mulai terlihat pada tingkat perguruan tinggi dan bukan mustahil akan merambah pada tingkat sekolah menengah.

Bila persoalannya hanya sebatas tantangan kompetitif, maka masalahnya tidak menjadi sangat krusial (gawat). Tetapi salah satu ciri globalisasi ialah adanya “regulasi-regulasi”. Dalam bidang pendidikan hal itu tampak pada batasan-batasan atau ketentuan-ketentuan tentang sekolah berstandar internasional. Pada jajaran SMK regulasi sekolah berstandar internasional tersebut sudah lama disosialisasikan. Bila regulasi berstandar internasional ini kemudian ditetapkan sebagai prasyarat bagi output pendidikan untuk memperolah untuk memperoleh akses ke bursa tenaga kerja global, maka hal ini pasti akan menjadi permasalah serius bagi pendidikan nasional. Globalisasi memang membuka peluang bagi pendidikan nasional, tetapi pada waktu yang sama ia juga mengahadirkan tantangan dan permasalahan pada pendidikan nasional. Karena pendidikan pada prinsipnya mengemban etika masa depan, maka dunia pendidikan harus mau menerima dan menghadapi dinamika globalisasi sebagai bagian dari permasalahan pendidikan masa kini.

1.2. Permasalahan perubahan sosial
       Ada sebuah adegium yang menyatakan bahwa di dunia ini tidak ada yang abadi, semuanya berubah; satu-satunya yang abadi adalah perubahan itu sendiri. Itu artinya, perubahan social merupakan peristiwa yang tidak bisa dielakkan, meskipun ada perubahan social yang berjalan lambat dan ada pula yang berjalan cepat. Bahkan salah satu fungsi pendidikan, sebagaimana dikemukakan di atas, adalah melakukan inovasi-inovasi social, yang maksudnya tidak lain adalah mendorong perubahan social. Fungsi pendidikan sebagai agen perubahan sosial tersebut, dewasa ini ternyata justru melahirkan paradoks. Kenyataan menunjukkan bahwa, sebagai konsekuansi dari perkembangan ilmu perkembangan dan teknologi yang demikian pesat dewasa ini, perubahan social berjalan jauh lebih cepat dibandingkan upaya pembaruan dan laju perubahan pendidikan. Sebagai akibatnya, fungsi pendidikan sebagai konservasi budaya menjadi lebih menonjol, tetapi tidak mampu mengantisipasi perubahan sosial secara akurat (Karim, 1991: 28).

Dalam kaitan dengan paradoks dalam hubungan timbal balik antar pendidikan dan perubahan sosial seperti dikemukakan di atas, patut kiranya dicatat peringatan Sudjatmoko (1991:30) yang menyatakan bahwa Negara-negara yang tidak mampu mengikuti revolusi industri mutakhir akan ketinggalan dan berangsur-angsur kehilangan kemampuan untuk mempertahankan kedudukannya sebagai Negara merdeka. Dengan kata lain, ketidakmampuan mengelola dan mengikuti dinamika perubahan sosial sama artinya dengan menyiapkan keterbelakangan. Permasalahan perubahan sosial, dengan demikian harus menjadi agenda penting dalam pemikiran dan praksis pendidikan nasional. 

2. Permasalahan Internal Pendidikan Masa Kini
   Seperti halnya permasalahan eksternal, permasalahan internal pendidikan di Indonesia masa kini adalah sangat kompleks. Daoed Joefoef (2001: 210-225) misalnya, mencatat permasalahan internal pendidikan meliputi permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan strategi pembelajaran, peran guru, dan kurikulum. Selain ketiga permasalahan tersebut sebenarnya masih ada jumlah permasalahan lain, seperti permasalahan yang berhubungan dengan sistem kelembagaan, sarana dan prasarana, manajemen, anggaran operasional, dan peserta didik. Dari berbagai permasalahan internal pendidikan dimaksud, makalah ini hanya akan membahas tiga permasalahan internal yang di pandang cukup menonjol, yaitu permasalahan sistem kelembagaan, profesionalisme guru, dan strategi pembelajaran. 

2.1. Permasalahan Sistem Kelembagaan
      Permasalahan sistem kelembagaan pendidikan yang dimaksud dengan uraian ini ialah mengenai adanya dualisme atau bahkan dikotomi antar pendidikan umum dan pendidikan agama. Dualisme atau dikotomi antara pendidikan umum dan pendidikan agama ini agaknya merupakan warisan dari pemikiran Islam klasik yang memilah antara ilmu umum dan ilmu agama atau ilmu ghairuh syariah dan ilmu syariah, seperti yang terlihat dalam konsepsi al-Ghazali (Otman, 1981: 182).

Dualisme dikotomi sistem kelembagaan pendidikan yang berlaku di negeri ini kita anggap sebagai permasalahan serius, bukan saja karena hal itu belum bisa ditemukan solusinya hingga sekarang, melainkan juga karena ia, menurut Ahmad Syafii Maarif (1987:3) hanya mampu melahirkan sosok manusia yang “pincang”. Jenis pendidikan yang pertama melahirkan sosok manusia yang berpandangan sekuler, yang melihat agama hanya sebagai urusan pribadi. Sedangkan sistem pendidikan yang kedua melahirkan sosok manusia yang taat, tetapi miskim wawasan. Dengan kata lain, adanya dualisme dikotomi sistem kelembagaan pendidikan tersebut merupakan kendala untuk dapat melahirkan sosok manusia Indonesia “seutuhnya”. Oleh karena itu, Ahmad Syafii Maarif (1996: 10-12) menyarankan perlunya modal pendidikan yang integrative, suatu gagasan yang berada di luar ruang lingkup pembahasan makalah ini. 

2.2. Permasalahan Profesionalisme Guru
     Salah satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan dan proses pembelajaran adalah pendidik atau guru. Betapapun kemajuan taknologi telah menyediakan berbagai ragam alat bantu untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran, namun posisi guru tidak sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya guru merupakan variable penting bagi keberhasilan pendidikan. Menurut Suyanto (2007: 1), “guru memiliki peluang yang amat besar untuk mengubah kondisi seorang anak dari gelap gulita aksara menjadi seorang yang pintar dan lancar baca tulis alfabetikal maupun funfsional yang kemudian akhirnya ia bisa menjadi tokoh kebanggaan komunitas dan bangsanya”. Tetapi segera ditambahkan: “guru yang demikian tentu bukan guru sembarang guru. Ia pasti memiliki profesionalisme yang tinggi, sehingga bisa “digugu lan ditiru”.

Lebih jauh Suyanto (2007: 3-4) menjelaskan bahwa guru yang profesional harus memiliki kualifikasi dan ciri-ciri tertentu. Kualifikasi dan ciri-ciri dimaksud adalah: (a) harus memiliki landasan pengetahuan yang kuat, (b) harus berdasarkan atas kompetensi individual, (c) memiliki sistem seleksi dan sertifikasi, (d) ada kerja sama dan kompetisi yang sehat antar sejawat, (e) adanya kesadaran profesional yang tinggi, (f) meliki prinsip-prinsip etik (kide etik), (g) memiliki sistem seleksi profesi, (h) adanya militansi individual, dan (i) memiliki organisasi profesi. Dari ciri-ciri atau karakteristik profesionalisme yang dikemukakan di atas jelaslah bahwa guru tidak bisa datang dari mana saja tanpa melalui sistem pendidikan profesi dan seleksi yang baik. Itu artinya pekerjaan guru tidak bisa dijadikan sekedar sebagai usaha sambilan, atau pekerjaan sebagai moon-lighter (usaha objekan) Suyanto (2007: 4). Namun kenyataan dilapangan menunjukkan adanya guru terlebih terlebih guru honorer, yang tidak berasal dari pendidikan guru, dan mereka memasuki pekerjaan sebagai guru tanpa melalui system seleksi profesi. Singkatnya di dunia pendidikan nasional ada banyak, untuk tidak mengatakan sangat banyak, guru yang tidak profesioanal. Inilah salah satu permasalahan internal yang harus menjadi “pekerjaan rumah” bagi pendidikan nasional masa kini. 

2.3. Permasalahan Strategi Pembelajaran
       Menurut Suyanto (2007: 15-16) era globalisasi dewasa ini mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap pola pembelajaran yang mampu memberdayakan para peserta didik. Tuntutan global telah mengubah paradigma pembelajaran dari paradigma pembelajaran tradisional ke paradigma pembelajaran baru. Suyanto menggambarkan paradigma pembelajaran sebagai berpusat pada guru, menggunakan media tunggal, berlangsung secara terisolasi, interaksi guru-murid berupa pemberian informasi dan pengajaran berbasis factual atau pengetahuan. Paulo Freire (2002: 51-52) menyebut strategi pembelajaran tradisional ini sebagai strategi pelajaran dalam “gaya bank” (banking concept).

Di pihak lain strategi pembelajaran baru digambarkan oleh Suyanto sebagai berikut: berpusat pada murid, menggunakan banyak media, berlangsung dalam bentuk kerja sama atau secara kolaboratif, interaksi guru-murid berupa pertukaran informasi dan menekankan pada pemikiran kritis serta pembuatan keputusan yang didukung dengan informasi yang kaya. Model pembelajaran baru ini disebut oleh Paulo Freire (2000: 61) sebagai strategi pembelajaran “hadap masalah” (problem posing). Meskipun dalam aspirasinya, sebagaimana dikemukakan di atas, dewasa ini terdapat tuntutan pergeseran paradigma pembelajaran dari model tradisional ke arah model baru, namun kenyataannya menunjukkan praktek pembelajaran lebih banyak menerapkan strategi pembelajaran tradisional dari pembelajaran baru (Idrus, 1997: 79). Hal ini agaknya berkaitan erat dengan rendahnya professionalisme guru.

BAB.III
PENUTUP
     Permasalahan pendidikan di Indonesia masa kini sesungguhnya sangat kompleks. Makalah ini dengan segala keterbatasannya, hanya sempat menyoroti beberapa diantaranya yang dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu permasalahan eksternal dan internal. Dalam permasalahan eksternal di bahas masalah globalisasi dan masalah perubahan social sebagai lingkungan pendidikan.
Sedangkan menyangkut permasalahan internal disoroti masalah system kelemahan (dialisme dikotomi), profesionalisme guru, dan strategi pembelajaran. Dari pemahaman terhadap sejumlah permasalahan dimaksud di atas dapat disimpulkan bahwa berbagai permasalahan pendidikan yang komplek itu, baik eksternal maupun internal adalah saling terkait. Hal ini tentu saja menyarankan bahwa pemecahan terhadap permasalahan-permasalahan pendidikan tidak bisa dilakukan secara parsial; yang merupakan pendekatan terpadu. Bagaimanapun, permasalahan-permasalahan di atas yang belum merupakan daftar lengkap, harus kita hadapi dengan penuh tanggung jawab. Sebab, jika kita gagal menemukan solusinya maka kita tidak bisa berharap pendidikan nasional akan mampu bersaing secara terhormat di era globalisasi dewasa ini.


DAFTAR PUSTAKA

  • Fakih, Mansour, 2000. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Yogyakarta: Insist Press dan Pustaka Pelajar. 
  • Freire, Paulo, 2000. Pendidikan Kaum Tertindas, alih bahasa Oetomo Dananjaya dkk. Jakarta: LP3ES. 
  • Joesoef, Daoed, 2001. “Pembaharuan Pendidikan dan Pikiran”, dalam Sularto ( ed .). Masyarakat Warga dan Pergulatan Demokrasi: Antara Cita dan Fakta. Jakarta: Kompas. 
  • Karis, M. Rusli. 1991, “Pendidikan Islam sebai Upaya Pembebasan Manusia”, dalam Muslih Usa (ed.). Pendidikan Islam di Indonesia: Antara Cita dan Fakta. Yogyakarta: Tiara Wacana. 
  • Kuntowijoyo, 2001. Muslim Tanpa Masjid: Esai-Esai Agama, Budaya, dan Politik dalam Bingkai Strukturalisme Transendental, Bandung: Mizan. 
  • Maarif, Ahmad Syafii, 1987. “Masalah Pembaharuan Pendidikan Islam”, dalam Ahmad Busyairi dan Azharudin Sahil ( ed .). Tantangan Pendidikan Islam. Yogyakarta: LPM UII.
  •  Maarif. Ahmad Syafii, 1996. “Pendidikan Islam dan Proses Pemberdayaan Umat”. Jurnal Pendidikan Islam, No. 2 Th.I/Oktober 1996. 
  • Muhadjir, Noeng, 1987. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Social: Suatu Teori Pendidikan. Yogyakarta: Reka Sarasih
  • Muhadjir, Noeng, 1987. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Social: Suatu Teori Pendidikan. Yogyakarta: Reka Sarasih. 
  • Othman, Ali Issa, 1981. Manusia Menurut al-Ghazali, alih bahasa Johan Smit dkk. Bandung: Pustaka.
  • Shane, Harlod G., 1984. Arti Pendidikan bagi Masa Depan. Jakarta: Rajawali Pers.
  • Soedjatmoko, 1991. “Nasionalisme sebagai Prospek Belajar”, Prisma, No. 2 Th. XX, Februari. 
  • Suyanto, 2007, “Tantangan Profesionalisme Guru di Era Global”, Pidato Dies Natalis ke-43 Universitas Negeri Yogyakarta, 21 Mei.

Tayangan Televisi Merusak Moral Anak Bangsa Pengaruh media seperti halnya televisi terhadap anak makin besar, namun bukan pengaruh posi...